Wednesday, December 17, 2008

diet untuk kamu yang anemi!!!

Siapa pun pasti tidak ingin mengidap penyakit kurang darah atau anemia. Selain merusak produktivitas dan kreativitas kerja, penderita anemia juga rentan terhadap komplikasi penyakit lainnya. Ini karena, daya tahan tubuh yang rendah dibandingkan mereka yang tidak mengidap anemia. Wanita lebih rentan terhadap penyakit anemia. Namun, jangan berkecil hati dulu. Semuanya, bisa dihindari dengan melakukan diet sehat dan tepat bagi tubuh. Sebenarnya, banyak hal bisa dilakukan wanita agar terhindar dari anemia. Antara lain menjaga asupan zat besi yang dikonsumsi agar terserap tubuh sebanyak mungkin. Misalnya dengan mengonsumsi orange juice setelah makan dan menghindari konsumsi teh usai makan. Teh bisa membuat zat besi yang dikonsumsi bersama makanan larut dan terbuang percuma. Jadi minuman yang paling cocok usai makan itu adalah orange juice.
Bagi penderita anemia bisa meningkatkan konsumsi makanan seperti daging dan makanan laut. Bisa pula dengan mengonsumsi buah dan sayur. Sementara untuk terhindar dari anemia, disarankan agar membatasi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi. Di antaranya menghindari makanan yang mengandung phytateseperti yang terdapat pada kacang-kacangan, biji-bijian, dan tepung. Hindari pula konsumsi teh, kopi, dan cokelat. Strategi terbaik untuk mengubah pola makan, Ervina menyebutkan, adalah dengan mengombinasikan zat besi dalam menu makanan. Mengonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin C pada waktu makan. Memasak makanan tidak terlalu lama dan tidak mengonsumsi susu dan produk susu atau teh pada saat makan besar.

bahaya anemia!!!

Manifestasi gejala dan keluhan anemia tergantung dari beberapa faktor antara lain: penurunan kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan dari penurunannya, derajat serta kecepatan perubahan dari volume darah, dan penyakit dasar penyebab anemianya. Ada beberapa gejala/tanda anemia, yaitu 5L (lesu, lemah, letih, lelah dan lunglai), muka pucat, mata berkunang-kunang, nafsu makan berkurang serta apatis. Anemia gizi besi sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Penyakit ini dapat menyebabkan turunnya daya tahan sehingga penderita rentan terhadap penyakit dan frekuensi absen pun meningkat. Selain karena defisien zat besi, anemia juga dapat terjadi akibat kadar hemoglobin atau eritrosit yang lebih rendah daripada nilai normal. Remaja perempuan berisiko menderita anemia lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Hal ini didasarkan pada kenyataan remaja perempuan sering melakukan diet agar tubuh tetap langsing, tetapi tidak memperhitungkan kebutuhan tubuh akan zat gizi, baik makro maupun mikro.
Anemia gizi besi dapat berakibat fatal bagi ibu hamil karena ibu hamil memerlukan banyak tenaga untuk melahirkan. Hal ini ditambah dengan kondisi darah keluar banyak ketika bersalin. Kekurangan darah dan pendarahan akut pada akhirnya menjadi penyebab utama kematian ibu saat melahirkan. Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi tidak mampu unutk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungannya. Oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat bayi lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi. Ibu yang sedang menyusui juga harus waspada terhadap anemia gizi besi. Begitu juga anemia gizi besi yang terjadi pada anak-anak, baik balita maupun usia sekolah. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Anak menjadi lemah akibat pertahanan tubuhnya menurun sehingga rawan terserang infeksi. Selain itu juga anak menjadi tidak aktif, malas, cepat lelah, sulit konsentrasi dalam belajar serta cepat mengantuk. Hal ini akhirnya akan mempengaruhi kecerdasan dan daya tangkap anak itu sendiri.

Pencegahan dan penanggulangan anemia gizi besi dapat dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut :

1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
Mengkonsumsi pangan hewani, seperti daging, ikan, hati, atau telur dalam jumlah yang cukup sebenarnya dapat mencegah anemia gizi besi. Akan tetapi, bagi masyarakat kita, harga pangan hewani tersebut relatif sulit untuk dijangkau. Vitamin C diperlukan untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Peningkatan vitamin C sebanyak 25, 50, 100, dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4, dan 5 kali lebih besar.Selain mengkonsumsi pangan sumber zat besi, konsumsi bahan pangan yang mengandung zat-zat penghambat (inhibitor) absorpsi besi juga harus dikurangi. Zat-zat inhibitor seperti fitat, fosfat, tannin, dan beberapa jenis serat makanan harus dihindari karena zat ini bersama zat besi akan membentuk senyawa yang tak larut dalam air sehingga tidak dapat diabsorpsi. Misalnya teh, teh apabila dikonsumsi bersama-sama saat makan akan mengurangi penyerapan zat besi sampai 50%. Bahan makanan lain yang dapat menghambat absorpsi besi diantaranya adalah kopi, fosvitin dalam kuning telur, protein kedelai, fitat dan fosfat yang banyak terdapat pada serealia, kalsium dan serat dalam bahan makanan.

2. Suplementasi zat besi
Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status Hb dalam waktu yang relatif singkat. Kendala utama dalam suplementasi zat besi ini adalah akibat samping yang dihasilkan dan kesulitan mematuhi meminum pil karena kurangnya kesadaran akan pentingnya masalah anemia gizi besi. Adapun efek samping dari pemberian pil besi adalah mual, muntah, konstipasi, dan diare. Akan tetapi, frekuensi efek samping ini tergantung pada dosis zat gizi dalam pil.

3. Fortifikasi zat besi
Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi kedalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan. Sifat zat besi yang cenderung reaktif dan cenderung mengubah penampilan bahan yang difortifikasi menyebabkan tidak semua bahan pangan dapat difortifikasi zat besi.

4. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit
Anak-anak biasanya kelompok yang rawan terkena penyakit infeksi dan parasit. Oleh karena itu, ASI harus tetap diberikan saat anak sakit. Begitu juga dengan imunisasi harus dilakukan secara teratur. Pemberian obat cacing juga perlu dilakukan secara berkala untuk memberantas parasit cacing tambang
.

anemia bukan sih???

Sebelum terjadi anemia, biasanya terjadi kekurangan zat besi secara perlahan-lahan. Berikut adalah tahapan-tahapan defisiensi besi yang terjadi :

  1. berkurangnya cadangan zat besi
  2. menurunnya zat besi untuk sistem eritropoiesis
  3. anemia gizi besi

Pada tahap awal, simpanan zat besi yang berbentuk ferritin dan hemosiderin menurun dan absorpsi besi meningkat. Daya ikat besi (iron binding capacity) meningkat seiring dengan menurunnya simpanan zat besi dalam sum-sum tulang dan hati. Kondisi ini menandakan telah terjadi kekurangan zat besi dalam plasma. Selanjutnya, zat besi yang tersedia untuk pembentukan sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang berkurang, mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel darah merah dalam jaringan. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun (hypocromic) dan eritrosit mengecil (microcytic) lalu terjadilah anemia gizi besi.

Mengukur kadar Hb ternyata tidak cukup akurat untuk melihat apakah seseorang mengalami anemia gizi besi atau tidak. Hal ini karena kadar HB baru akan terpengaruh setelah jangka waktu yang agak lama. Kadar Hb juga bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan karena nilainya yang terlalu menyebar pada subjek normal. Ada tiga uji laboratorium yang harus dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb untuk memperoleh hasil yang lebih tepat dalam menentukan anemia gizi besi, yaitu transferrin saturation (TS), free erithrocyte protophorphyrin (FEP), dan serum ferritin (SF).

1. Serum Ferritin (SF)
serum
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi didalam hati. Banyaknya zat besi yang tersimpan dalam hati digambarkan oleh banyaknya ferritin yang dikeluarkan oleh darah secara proporsional. Untuk laki-laki dewasa, rata-rata SF adalah 90 µg/l dan untuk wanita dewasa sebesar 30 µg/l. Sejauh ini, pengukuran serum ferritin masih merupakan indikator yang paling sensitif dalam menentukan prevalensi anemia gizi besi walaupun dipengaruhi oleh adanya infeksi. Artinya, kadar ferritin akan meningkat apabila orang yang bersangkutan menderita penyakit kronis atau infeksi. Bila kadar SF seseorang kurang dari 12 µg/l, maka orang tersebut dapat dinyatakan menderita anemia gizi besi.

2. Transferrin saturation (TS)
Kadar besi dan total iron binding capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu cara menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan TIBC meningkat. Rasio antara keduanya disebut transferin saturation yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

TS = (Kadar besi dalam serum / TIBC) x 100%

Defisiensi zat besi ditetapkan apabila TS lebih kecil dari 16%. Dalam keadaan ini, pembentukan sel-sel darah merah dalam sum-sum berkurang. Kekurangan metode ini adalah tingginya risiko kontaminasi besi pada saat penentuan kadar besi. Selain itu, kadar TS bisa menurun karena infeksi walaupun hanya infeksi ringan.

3. Free Erythrocyte protophorphyrin (FEP)
Sirkulasi FEP dalam darah dapat meningkat karena berkurangnya zat besi yang tersedia untuk membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang, walaupun anemia belum terjadi. Kadar normal FEP antara 35-50 µg/dL RBC. Kekurangan besi ditunjukan oleh kadar FEP yang lebih besar dari 100 µg/dL RBC. Seperti metode yang lain, kadar FEP yang tinggi tidak selalu merupakan akibat dari kekurangan zat besi. Keracunan timbal (Pb) juga dapat meningkatkan kadar FEP diatas 100 µg/dL RBC.

klasifikasi dan penyebab anemia

Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobin yang dikandung sebagai berikut :

1. Makrositik
Pada anemia makrositik, ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik, yaitu anemia megaloblastik dan anemia non-megaloblastik. Kekurangan vitamin B12, asam folat, atau gangguan sintesis DNA merupakan penyebab anemia megaloblastik. Sedangkan anemia non-megaloblastik disebabkan oleh eritropoiesis yang dipercepat dan peningkatan luas permukaan membran.

2. Mikrositik
Mengecilnya ukuran sel darah merah merupakan salah satu tanda anemia mikrositik. Penyebabnya adalah defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin, dan heme, serta gangguan metabolisme lainnya.

3. Normositik
Anemia normositik ditandai dengan tidak berubahnya sel darah merah. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasama secara berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati.

Secara umum, faktor utama yang menyebabkan anemia gizi adalah sebagai berikut :

a. Banyak kehilangan darah
Pendarahan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak sel darah merah. Pendarahan dapat terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak. Ini disebut dengan pendarahan eksternal dan terjadi pada waktu kecelakaan. Selain itu, pendarahan kronis juga dapat mengakibatkan kehilangan sel darah merah dalam jumlah banyak. Pendarahan kronis adalah pendarahan yang terjadi sedikit demi sedikit, tetapi berlangsung secara terus-menerus. Pendarahan jenis ini dapat disebabkan oleh kanker saluran pencernaan, wasir, atau peptik ulser.

Investasi cacing tambang pada masyarakat di daerah tertentu juga menyebabkan banyak darah yang keluar. Hal ini karena cacing tambang dapat mengisap darah. Kehilangan darah pada remaja dan wanita dewasa juga dapat terjadi dalam jumlah banyak akibat menstruasi.

b. Rusaknya sel darah merah
Kerusakan pada sel darah merah dapat berlangsung didalam pembuluh darah yang disebabkan oleh penyakit, seperti malaria atau thalasemia. Hal inilah yang menyebabkan anemia hemolitik. Akan tetapi, meski sel-sel darah merah telah rusak, zat besi yang berada didalamnya tidak ikut rusak dan tetap bisa digunakan lagi untuk membuat sel-sel darah merah yang baru. Sementara asam folat yang juga berada dalam sel darah merah ikut rusak sehingga harus dibuat lagi. Oleh sebab itu, pada pengobatan anemia hemolitik, lebih diperlukan penambahan asam folat dibandingkan dengan pemberian zat besi.

c. Produksi sel darah merah kurang
Pembuatan sel darah merah baru akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Hal ini karena umur sel darah merah hanya 120 hari dan jumlah sel darah merah dalam darah harus selalu dipertahankan dalam jumlah cukup banyak. Terganggunya produksi sel darah merah bisa disebabkan oleh makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi, terutama zat-zat gizi penting seperti besi, asam folat, vitamin B12, protein, vitamin C dan zat gizi penting lainnya. Selain itu, berkurangnya produksi sel darah merah dapat disebabkan oleh tidak berfungsinya pencernaan dengan baik atau kelainan lambung sehingga zat-zat gizi penting tidak dapat terserap dan terbuang lewat feses.

d. Pola makan yang kurang baik
Kurangnya konsumsi zat besi yang berasal dari makanan atau rendahnya absorpsi zat besi yang terdapat dalam makanan dapat menyebabkan terjadinya anemia. Ketersediaan zat besi dari makanan yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan mengakibatkan tubuh mengalami anemia gizi besi. Pola makan yang kurang beragam, seperti menu yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan saja turut menunjang kurangnya asupan zat besi bagi tubuh.

e. Pertumbuhan
Anemia gizi besi ternyata dapat disebabkan oleh kebutuhan yang meningkat akibat pertumbuhan. Bayi, anak-anak, dan remaja membutuhkan zat besi dalam jumlah yang relatif lebih besar karena pertumbuhan yang pesat terjadi pada masa-masa tersebut. Selain itu, kondisi fisiologis seperti hamil dan menyusui juga menyebabkan kebutuhan akan zat besi bertambah.

lebih lanjut tentang anemia....

Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambah usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.4

1. Patofisiologi anemia pada kehamilan.

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.

2. Etiologi

Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu :

a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.

b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.

c. Kurangnya zat besi dalam makanan.

d. Kebutuhan zat besi meningkat.

e. gangguan pencernaan dan absorbsi

3. Gejala klinis

Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.4Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.3

sekilas tentang anemia

Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo,2002). Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju. Sebanyak 36% atau sekitar 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Menurut Studi morbiditas Susenas 2001, Badan Litbangkes; publikasi hasil Surkesnas 2001 menunjukkan bahwa di Indonesia, secara umum anemia merupakan penyakit ke-4 yang prevalensinya terbanyak setelah gilut, refraksi penglihatan, dan ISPA, dengan prevalensi sebesar 20%.

Anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.