Sebelum terjadi anemia, biasanya terjadi kekurangan zat besi secara perlahan-lahan. Berikut adalah tahapan-tahapan defisiensi besi yang terjadi :
- berkurangnya cadangan zat besi
- menurunnya zat besi untuk sistem eritropoiesis
- anemia gizi besi
Pada tahap awal, simpanan zat besi yang berbentuk ferritin dan hemosiderin menurun dan absorpsi besi meningkat. Daya ikat besi (iron binding capacity) meningkat seiring dengan menurunnya simpanan zat besi dalam sum-sum tulang dan hati. Kondisi ini menandakan telah terjadi kekurangan zat besi dalam plasma. Selanjutnya, zat besi yang tersedia untuk pembentukan sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang berkurang, mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel darah merah dalam jaringan. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun (hypocromic) dan eritrosit mengecil (microcytic) lalu terjadilah anemia gizi besi.
Mengukur kadar Hb ternyata tidak cukup akurat untuk melihat apakah seseorang mengalami anemia gizi besi atau tidak. Hal ini karena kadar HB baru akan terpengaruh setelah jangka waktu yang agak lama. Kadar Hb juga bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan karena nilainya yang terlalu menyebar pada subjek normal. Ada tiga uji laboratorium yang harus dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb untuk memperoleh hasil yang lebih tepat dalam menentukan anemia gizi besi, yaitu transferrin saturation (TS), free erithrocyte protophorphyrin (FEP), dan serum ferritin (SF).
1. Serum Ferritin (SF)
serum Ferritin diukur untuk mengetahui status besi didalam hati. Banyaknya zat besi yang tersimpan dalam hati digambarkan oleh banyaknya ferritin yang dikeluarkan oleh darah secara proporsional. Untuk laki-laki dewasa, rata-rata SF adalah 90 µg/l dan untuk wanita dewasa sebesar 30 µg/l. Sejauh ini, pengukuran serum ferritin masih merupakan indikator yang paling sensitif dalam menentukan prevalensi anemia gizi besi walaupun dipengaruhi oleh adanya infeksi. Artinya, kadar ferritin akan meningkat apabila orang yang bersangkutan menderita penyakit kronis atau infeksi. Bila kadar SF seseorang kurang dari 12 µg/l, maka orang tersebut dapat dinyatakan menderita anemia gizi besi.
2. Transferrin saturation (TS)
Kadar besi dan total iron binding capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu cara menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan TIBC meningkat. Rasio antara keduanya disebut transferin saturation yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
TS = (Kadar besi dalam serum / TIBC) x 100%
Defisiensi zat besi ditetapkan apabila TS lebih kecil dari 16%. Dalam keadaan ini, pembentukan sel-sel darah merah dalam sum-sum berkurang. Kekurangan metode ini adalah tingginya risiko kontaminasi besi pada saat penentuan kadar besi. Selain itu, kadar TS bisa menurun karena infeksi walaupun hanya infeksi ringan.
3. Free Erythrocyte protophorphyrin (FEP)
Sirkulasi FEP dalam darah dapat meningkat karena berkurangnya zat besi yang tersedia untuk membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang, walaupun anemia belum terjadi. Kadar normal FEP antara 35-50 µg/dL RBC. Kekurangan besi ditunjukan oleh kadar FEP yang lebih besar dari 100 µg/dL RBC. Seperti metode yang lain, kadar FEP yang tinggi tidak selalu merupakan akibat dari kekurangan zat besi. Keracunan timbal (Pb) juga dapat meningkatkan kadar FEP diatas 100 µg/dL RBC.
No comments:
Post a Comment